Hutan Sekaroh Rusak, Retribusi Pantai Pink Diduga Menyimpang, Alpa NTB Gelar Aksi ke DLHK dan Ombudsman NTB

    Hutan Sekaroh Rusak, Retribusi Pantai Pink Diduga Menyimpang, Alpa NTB Gelar Aksi ke DLHK dan Ombudsman NTB
    Masa ALPA NTB saat Aksi Demo di depan DLHK dan Ombudsman NTB (30/03/2023)

    Mataram NTB - Aliansi Pemuda Aktivis Nusa Tenggara Barat (ALPA NTB) menggelar aksi demo di depan Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dan Kantor Ombudsman perwakilan NTB, Kamis (30/03/2023). Aksi ini dilakukan berdasarkan hasil kajian dan investigasi yang dilakukan ALPA NTB yang menemukan adanya dugaan pelanggaran hukum pada penerapan aturan Perda Provinsi NTB Nomor 5 Tahun 2018 tentang Retribusi Daerah Pasal 12 ayat ke 3 Lampiran IV. 

    Sebagaimana kita ketahui bersama bahwa pada Perda tersebut tidak secara spesifik diterangkan nominal untuk pungutan pengunjung di Pantai Pink baik perorangan maupun perkendaraan. Namun fakta di lapangan pengunjung diminta membayar Rp 7.500 perorang dan tiket masuk berkisar Rp 5 ribu untuk roda dua dan Rp 25 ribu untuk roda 4. 

    Selain itu ada pembagian dari hasil pungutan yakni 70 persen untuk KTH, 25 persen untuk KPH dan 5 persen untuk desa. 

    "Kami rasa tidak pernah disosialisasikan oleh Pemprov, sehingga membuat kenyamanan dan keamanan pengunjung terganggu. Selain itu besarnya pungutan ini tidak sesuai dengan kondisi yang ada, dimana destinasi Pantai Pink baik dari segi tempat rekreasi maupun tempat istirahat. Hal ini menunjukkan pemerintah dalam hal ini DLHK dan KPH Rinjani Timur hanya mengambil keuntungan dari pengunjung yang ada, " teriak Kordum Aksi, Herman saat orasi di depan Kantor DLHK NTB, Kamis (30/03/2023). 

    Herman menjelaskan, puluhan destinasi wisata yang ada di NTB hanya destinasi wisata Pantai Pink yang menerapkan sistem seperti ini. Kita bisa melihat KEK Mandalika maupun destinasi wisata yang ada tidak menerapkan hal yang seperti ini. 

    "Dari sanalah kita berkebesar dugaan kami bahwa adanya dugaan pungutan liar (Pungli) yang dilakukan oleh oknum DLHK dan KPH Rinjani Timur, " tudingnya. 

    Adanya dugaan Pungli ini kata Herman, sangat meresahkan bagi masyarakat yang ingin berkunjung untuk menikmati indahnya wisata Pantai Pink. Keluhan demi keluhan dari berbagai unsur baik tokoh pemuda dan tokoh pemerhati pariwisata. Sementara dalam Peraturan Daerah Provinsi NTB Nomor 14 tahun 2019 tentang Pengelolaan Hutan sudah jelas ada anggaran minimal 2 persen untuk pengelolaan hutan. Akan tetapi hal itu tidak pernah kita dengar pemakaiannya dimana.

    "Lalu pertanyaannya adalah kemana alokasi dana sebesar 2 persen yang diperuntukkan untuk pengelolaan hutan? Di satu sisi masyarakat masih dipungut pembiayaan untuk menikmati keindahan destinasi wisata di Pantai Pink, " sesalnya. 

    Selain soal Pungli yang terjadi di Destinasi Wisata Pantai Pink lanjut pemuda asal Jerowaru ini, juga menemukan dugaan adanya pengrusakan Ekosistem Hutan Sekaroh. Hal ini berakibat pada tidak stabilnya ekosistem kehidupan manusia. 

    "Dari 130 juta hektare hutan di Indonesia sekitar 46 juta hektare telah habis ditebang. Adapun luas kerusakan yang terjadi di luar kawasan hutan (hutan hak dan hutan rakyat) seluas 9.629.204 hektare atau 54 persen dan di dalam kawasan hutan (hutan lindung, konservasi dan produksi) seluas 8.431.969 hektare atau 47 persen. Sementara status hutan Sekaroh ialah sebagai hutan lindung. 

    "Oleh karena itubesar dugaan kami ada pembiaran bahkan sengaja ditutup-tutupi (konspirasi) yang dilakukan oleh dinas terkait yakni DLHK dan KPH Rinjani Timur sehingga bisa memicu terjadi kebakaran, illegal logging (penebangan pohon secara liar) dan eksploitasi hutan yang tidak bertanggungjawab, " paparnya. 

    Adapun tuntutan dari ALPA-NTB yakni: 

    1. Meminta Gubernur NTB agar mencopot Kepala Dinas LHK Provinsi NTB secara tidak hormat karena terindikasi melakukan pungutan liar terkait retribusi Pantai Pink di Lombok Timur dan terjadinya pengerusakan ekosistem hutan lindung Sekaroh.
    1. Meminta kepada Ombudsman agar mengusut tuntas dugaan tindak pidana pungutan liar dan pengerusakan ekosistem hutan lindung Sekaroh yang di lakukan Oknum Dinas LHK dan KPH Rinjani Timur. 
    2. Memintak BPKP untuk mengaudit kerugian negara yang di timbulkan akibat dugaan pungutan liar dan pengerusakan ekosistem hutan lindung Sekaroh. 
    3. Tuntut transparansi kinerja Kepala DLHK dan KPH Rinjani Timur yang di duga sengaja menutup-nutupi tindak pidana pungutan liar Retribusi Pantai Pink dan pengerusakan ekosistem hutan lindung Sekaroh Kecamatan Jerowaru. (Adb)

    ntb
    Syafruddin Adi

    Syafruddin Adi

    Artikel Sebelumnya

    Polda NTB Berhasil Mengamankan 6 Terduga...

    Artikel Berikutnya

    Buat Keonaran, Seorang WNA Diamankan Imigrasi...

    Berita terkait

    Rekomendasi berita

    Nagari TV, TVnya Nagari!
    Mengenal Lebih Dekat Koperasi
    Pj. Gubernur NTB Pantau Pemungutan Suara Pilkada di Lapas Lobar
    Kapolresta Mataram Terima Kunker Tim Mabes Polri Dalam Rangka PAM Pilkada 2024
    Kapolsek Mataram Turun Lakukan Wasdal Personel Pengamanan Di Sejumlah TPS Wilayah Hukumnya